Kabupaten Jeneponto
Profi
Nama Resmi
|
:
|
Kabupaten Jeneponto
|
Ibukota
|
:
|
Jeneponto
|
Provinsi
|
:
|
Sulawesi Selatan
|
Batas Wilayah
|
:
|
Utara :Kab.Gowa dan Kab.Takalar
Selatan:Laut Flores Barat :Kab.Takalar Timur :Kab.Bantaeng |
Luas Wilayah
|
:
|
706,52 Km2
|
Jumlah Penduduk
|
:
|
303.035 Jiwa
|
Wilayah Administrasi
Website
|
:
:
|
Kecamatan: 11, Kelurahan: 31,
Desa: 82
www.jenepontokab.go.id (Offline)
|
|
(Permendagri
No.66 Tahun 2011)
Sejarah
Penetapan Hari Jadi Jeneponto sebagai salah satu Kabupaten di
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan waktu yang cukup panjang dan melibatkan
banyak tokoh di daerah ini. Kajian dan berbagai peristiwa penting melahirkan
beberapa versi mengenai waktu yang paling tepat untuk dijadikan sebagai Hari
Jadi Jeneponto.
Kelahiran adalah suatu proses yang
panjang, yang merupakan momentum awal dan tercatatnya sebuah sejarah Bangsa,
Negara, dan Daerah. Oleh karena itu, kelahiran tersebut memiliki makna yang
sangat dalam bagi peradaban manusia.
Jeneponto merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian selatan, tumbuh
dengan budaya dan peradaban tersendiri seiring dengan perubahan dan
perkembangan zaman. Menyadari perlunya kepastian akan Hari Jadi Jeneponto, maka
dilakukan beberapa upaya dengan melibatkan berbagai elemen di daerah ini
melalui seminar –seminar yang dilaksanakan secara terpadu.
Dari pemikiran yang berkembang dalam
pelaksanaan seminar tersebut, diharapkan bahwa kriteria yang paling tepat untuk
menetapkan Hari Jadi Jeneponto adalah berdasarkan pertimbangan historia,
sosio-kultural, dan struktur pemerintahan, baik pada masa pra dan pasca
kemerdekaan Republik Indonesia, maupun pertimbangan eksistensi dan norma-norma
serta simbol-simbol adat istiadat yang dipegang teguh, dan dilestarikan oleh
masyarakat dalam meneruskan pembangunan.
Selanjutnya, penelusuran tersebut
menggunakan dua pendekatan yaitu tanggal, bulan, dan tahun menurut teks dan
tanggal kejadiannya, serta pendekatan dengan mengambil tanggal-tanggal,
bulan-bulan maupun tahun-tahun yang mempunyai makna-makna penting yang
bertalian dengan lahirnya suatu daerah, yang dianggap merupakan puncak
kulminasi peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.
Adapun alternatif yang digunakan
terhadap kedua pendekatan tersebut di atas yaitu:
Pertama:
a. November 1863, adalah tahun
berpisahnya antara Bangkala dan Binamu dengan Laikang. Ini membuktikan jiwa
patriotisme Turatea melakukan perlawanan yang sangat gigih terhadap pemerintah
Kolonial Belanda.
b. Tanggal 29 Mei 1929 adalah
pengangkatan Raja Binamu. Tahun itu mulai diangkat “Todo” sebagai lembaga adat
yang refresentatif mewakili masyarakat.
c. Tanggal 1 Mei 1959, adalah
berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959 menetapkan terbentuknya Daerah Tingkat
II di Sulawesi Selatan, dan terpisahnya Takalar dari Jeneponto.
Kedua:
a. Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan
dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang sangat penting yaitu dilantiknya
Karaeng Binamu, yang diangkat secara demokratis oleh “Toddo Appaka” sebagai
lembaga representatif masyarakat Turatea.
b. Mundurnya Karaeng Binamu dari
tahta sebagi wujud perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
c. Lahirnya Undang Undang No. 29
Tahun 1959.
d. Diangkatnya kembali raja Binamu
setelah berhasil melawan penjajah Belanda. Kemudian tahun 1863, adalah tahun
yang bersejarah yaitu lahirnya Afdeling Negeri-negeri Turatea setelah
diturunkan oleh pemerintah Belanda dan keluarnya Laikang sebagai konfederasi
Binamu.
e. Tanggal 20 Mei 1946, adalah
simbol patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan
sebagai raja yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda.
Dengan Demikian penetapan Hari Jadi
Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan
tokoh masyarakat Jeneponto, dari seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung
pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri, dianggap sangat
tepat, dan merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan berbagai kesimpulan di
atas, maka Hari jadi Jeneponto ditetapkan pada tanggal 1 Mei 1863, dan
dikukuhkan dalam peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2003
tanggal 25 April 2003.
Sumber : www.jenepontokab.go.id
Sumber : www.jenepontokab.go.id
Arti Logo
Lambang
daerah Kabupaten Jeneponto yang menggambarkan unsur-unsur historis, kultur,
patriotik, sosialogis, dan ekonomi yang keseluruhanya merupakan bagian mutlak
yang tidak terpisahkan dari NKRI.
Terdiri atas lima bagian yang berbeda, yakni pohon lontar dan batang aksara berbentuk (T), kuda putih, globe tiga warna bersusun, daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto dan model perisai.
Terdiri atas lima bagian yang berbeda, yakni pohon lontar dan batang aksara berbentuk (T), kuda putih, globe tiga warna bersusun, daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto dan model perisai.
Pohon
lontar dan batang aksara berbentuk (T)
adalah, pohon serba guna lambang kemakmuran. Batang sebagai bahan rumah,
buahnya dimakan, airnya dapat dijadikan gula, daunya dibuat menjadi tikar dan
lain-lain.
Batangnya yang berbentuk huruf (aksara T) singkatan dari kata Turatea di mana rakyat Kabupaten Jeneponto lebih dikenal sebutan Turatea yang artinya orang dari atas. Huruf (T) ini terletak di atas pondasi yang kuat, yang warnanya hitam diartikan sebagai sesuatu yang kuat dan kukuh.
Kuda putih, lambang kekuatan intelek, kuat, gagah, berani dalam keyakinan yang suci. Binatang serba guna ini erat hubungannya dengan segala segi dan perjuangan hidup manusia dan masyarakat baik dalam bidang sosial dan ekonomi.
Dengan semangat menyala adalah kekuatan dan bersukma turun temurun dengan tanaga kuda yang bersemangat tinggi. Mari membangun umat manusia.
Globe dengan tiga warna bersusun. Dengan tiga rangkain rantai (gelang) yang dipadu jadi satu. Globe berarti cita-cita yang tinggi bukan saja seluas samudra dahsyat atau setinggi Bawakaraeng, tetapi seperkasa bumi sebulat bola dunia, warnanya merah, hijau, kuning, melukiskan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.
Warna merah, atau kelahiran bahwa manusia itu dilahirkan dan menjadi anggota masyarakat. Sedangkan hijau pucuk harapan, bahwa manusia setelah dilahirkan menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan pendidikan agar menjadikan manusia sosial yang cakap dan bertanggung jawab.
Sementara kuning (matang).
Bahwa, manusia setelah lahir dan berpendidikan, perubahan ia dapat diandalkan sebagai anggota masyarakat yang sempurna. Dari ketiga pengertian warna lambang daerah Jeneponto, Ini menjadi cita-cita dan kewajiban pemerintah daerah Jeneponto.
Daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto, menggambarkan kebudayaan yang khas dan tinggi nilainya sejak dahulu kala. Sementara model perisai diartikan, sebagai pelindung dan pengaman atas terwujudnya pancasila di mana Kabupaten Jeneponto adalah bagian dari NKRI. Itulah makna yang terkandung dalam logo karya Mustafa Djalle
Batangnya yang berbentuk huruf (aksara T) singkatan dari kata Turatea di mana rakyat Kabupaten Jeneponto lebih dikenal sebutan Turatea yang artinya orang dari atas. Huruf (T) ini terletak di atas pondasi yang kuat, yang warnanya hitam diartikan sebagai sesuatu yang kuat dan kukuh.
Kuda putih, lambang kekuatan intelek, kuat, gagah, berani dalam keyakinan yang suci. Binatang serba guna ini erat hubungannya dengan segala segi dan perjuangan hidup manusia dan masyarakat baik dalam bidang sosial dan ekonomi.
Dengan semangat menyala adalah kekuatan dan bersukma turun temurun dengan tanaga kuda yang bersemangat tinggi. Mari membangun umat manusia.
Globe dengan tiga warna bersusun. Dengan tiga rangkain rantai (gelang) yang dipadu jadi satu. Globe berarti cita-cita yang tinggi bukan saja seluas samudra dahsyat atau setinggi Bawakaraeng, tetapi seperkasa bumi sebulat bola dunia, warnanya merah, hijau, kuning, melukiskan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.
Warna merah, atau kelahiran bahwa manusia itu dilahirkan dan menjadi anggota masyarakat. Sedangkan hijau pucuk harapan, bahwa manusia setelah dilahirkan menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan pendidikan agar menjadikan manusia sosial yang cakap dan bertanggung jawab.
Sementara kuning (matang).
Bahwa, manusia setelah lahir dan berpendidikan, perubahan ia dapat diandalkan sebagai anggota masyarakat yang sempurna. Dari ketiga pengertian warna lambang daerah Jeneponto, Ini menjadi cita-cita dan kewajiban pemerintah daerah Jeneponto.
Daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto, menggambarkan kebudayaan yang khas dan tinggi nilainya sejak dahulu kala. Sementara model perisai diartikan, sebagai pelindung dan pengaman atas terwujudnya pancasila di mana Kabupaten Jeneponto adalah bagian dari NKRI. Itulah makna yang terkandung dalam logo karya Mustafa Djalle
Nilai Budaya
Tidak
lupa Anda pun bisa mengunjungi wisata Bungung Salapang atau sembilan Sumur.
Tempat wisata ini juga sangat menarik untuk dikunjungi, karena bisa disebut
sebagi wisata Budaya. Di mana air yang ada di dalamBungung Salapang ini tidak
pernah habis meskipun banyak orang yang memakainya, dan hal itu sudah terjadi
ratusan tahun yang lalu. Bungung Salapang, oleh sebagian masyarakat Jeneponto
juga dipercayai selain dapat menghilangkan berbagai macam penyakit yang ada
dalam tubuh, bisa awet mudah juga bisa ketemu jodoh. Dengan cara orang tersebut
harus datang dengan niat baik dan tulus, untuk memohon (nasar), sambil mengikat
tali yang menyerupai akar-akaran di seputaran pohon atau area Bungung Salapang,
sambil berucap dalam hati ‘ Aku akan kembali melepas tali ini setelah jodohku
aku temukan ’ lalu membasuh air ke muka. Percaya tidak percaya tempat wisata
ini banyak dikunjungi masyarakat dari dalam dan luar Jeneponto. Dan saat ini
kawasan Bungung Salapang menjadi potensi khasanah yang unik karena keragaman
budaya yang ada di Masyarakatnya selalu berpulang pada kesejahteraan dan
kebahagiaan bersama. Sebagian masyarakat mengkulturkan dan menjadikan tempat
tersebut sakral.
Sumber: http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/73/name/sulawesi-selatan/detail/7304/jeneponto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar